BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Konsep karir adalah konsep yang netral (tidak berkonotasi positif
atau negatif). Karena itu karir ada yang baik, ada pula karir yang buruk. Ada
perjalanan karir yang lambat, ada pula yang cepat. Tetapi, tentu saja semua
orang mendambakan memiliki karir yang baik dan bila mungkin bergulir dengan
cepat. Karir dapat diletakkan dalam konteks organisasi secara formal, tetapi
karir dapat pula diletakkan dalam konteks yang lebih longgar dan tidak formal.
Dalam kaitan arti yang terakhir ini, kita biasa mengatakan, misalnya, “karir si
A sebagai pelukis cukup baik” dan si B mengakhiri karirnya di bidang politik
secara baik”, dan sebagainya.
Manajemen karir adalah proses
pengelolaan karir pegawai yang meliputi tahapan kegiatan perencanaan karir,
pengembangan dan konseling karir, serta pengambilan keputusan karir. Manajemen
karir melibatkan semua pihak termasuk pegawai yang bersangkutan dengan unit
tempat si pegawai bekerja, dan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu
manajemen karir mencakup area kegiatan yang sangat luas. Dalam penulisan ini
tahapan yang akan dibahas adalah tentang perencanaan dan pengembangan karir.
Perencanaan karir
adalah perencanaan yang dilakukan baik oleh individu pegawai maupun oleh
organisasi berkenaan dengan karir pegawai, terutama mengenai persiapan yang
harus dipenuhi seorang pegawai untuk mencapai tujuan karir tertentu. Yang perlu
digarisbawahi, perencanaan karir pegawai harus dilakukan oleh kedua belah pihak
yaitu pegawai yang bersangkutan dan organisasi. Jika tidak, maka perencanaan
karir pegawai tidak akan menghasilkan rencana yang baik dan realistis.
Pengembangan
karir adalah proses mengidentifikasi potensi karir pegawai, dan materi serta
menerapkan cara-cara yang tepat untuk mengembangkan potensi tersebut. Secara umum, proses pengembangan karir
dimulai dengan mengevaluasi kinerja pegawai. Proses ini lazim disebut sebagai
penilaian kinerja (performance appraisal). Dari hasil penelitian kinerja
ini kita mendapatkan masukan yang menggambarkan profil kemampuan pegawai (baik
potensinya maupun kinerja aktualnya). Dari masukan inilah kita mengidentifikasi
berbagai metode untuk mengembangkan potensi yang bersangkutan..
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun
materi yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.
Pengenalan
karir
2.
Memahami
manajemen karir
3.
Memahami
perencanaan dan pengembangan karir
4.
Tujuan
dari perencanaan dan pengembangan karir
1.3
TUJUAN
DAN MANFAAT DARI MAKALAH
Tujuan dari penulisan ini adalah:
1.
Mendalami
pengetahuan tentang manajemen karir.
2.
Mendalami
kebutuhan dari perencanaan dan pengembangan karir.
Manfaat dari penulisan ini adalah:
1.
Mendapatkan
gambaran tentang manajemen karir yang berguna bagi pegawai maupun perusahaan.
2.
Mendapatkan
pemahaman tentang pentingnya perencanaan dan pengembangan karir
BAB II
PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KARIR
2.1 Perencanaan karir
Perencanaan karir merupakan kegiatan atau
usaha untuk mengatakan perjalanan karir pegawai serta mengidentifikasi hal-hal
yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan karir tertentu.
Seperti yang sudah disinggung di muka,
perencanaan karir dilakukan baik oleh pegawai maupun oleh organisasi. Karena
itu, kita mengenal dua macam
perencanaan karir, yaitu :
·
Perencanaan karir (di tingkat) organisasi (Organization career panning).
·
Perencanaan
karir individual pegawai (Individual career palnning).
2.1.1 Perencanaan Karir di
Tingkat Organisasi
Perencanaan karir di tingkat organisasi dilakukan dengan tujuan
untuk mengadakan atau mengidentifikasi hal-hal berikut :
a.
Profil
kebutuhan pegawai
b.
Deskripsi
jabatan/pekerjaan
c.
Peta jalur
karir
d.
Mekanisme
penilaian kinerja pegawai
2.1.1.1 Profil Kebutuhan
Pegawai
Semua organisasi
mempunyai dinamika tersendiri dalam hal mobilitas pegawai-pegawainya. Pegawai
baru datang, pegawai lama pergi, dipromosikan, direlokasikan, dipensiunkan,
pindah, dan seterusnya. Jelas, dinamika ini harus dicatat dan dipetakan agar
mudah dibaca setiap kali diperlukan. Pemetaan itu sendiri ada dua macam, yaitu
pemetaan deskripsi (catatan kuantitas pegawai) dan pemetaan normatif
(kualitatif).
Perlu diingat kembali, profil kebutuhan pegawai adalah gambaran
(kuantitatif dan kualitatif) pegawai yang diperlukan oleh organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi secara efisien. Apa yang “diperlukan” ini adalah
perbedaan antara apa yang ada sekarang dengan apa yang seharusnya ada. Jadi,
jika saat ini terdapat 35 pegawai padahal organisasi membutuhkan 55 pegawai
maka profil (kuantitatif) kebutuhan pegawai adalah 20 pegawai.
Untuk mengetahui profil kebutuhan inilah maka dinamika perubahan
profil pegawai harus dipetakan. Salah satu caranya adalah dengan membuat
Matriks Transisi yang contohnya seperti berikut :
Tabel 2.1.
Profil Manajerial PT XYZ
Dari matriks di atas kita
mendapat beberapa informasi. Pertama, per Oktober 2004, jumlah manajer
yang tetap di posisinya saat ini adalah 80%. Yang keluar (mungkin keluar perusahaan
atau keluar dari
departemennya) adalah 20%. Kedua, ada 10% supervisor yang naik
jabatan menjadi manajer; 80% supervisor tetap diposisinya saat ini; 5% supervisor
turun menjadi koordinator; dan sisanya (5%) keluar. Ketiga, terdapat
5% koordinator yang naik menjadi supervisor; 80% koordinatir tetap
diposisinya saat ini, dan 15% sisanya keluar.
Matriks
Transisi juga bisa berbentuk seperti contoh berikut :
Tabel 2.2. Profil Rotasi Pegawai PT XYZ
Dari
matriks diatas kita mendapatkan informasi, bahwa selama satu tahun (Oktober
94-Oktober 95) terdapat 60% pegawai yang tetap pada posisi pekerjaan A,
sedangkan 40% lainnya keluar. Sementara itu, terdapat 15% pegawai pindah dari
pekerjaan B ke pekerjaan A; 75% tetap di pekerjaan B, dan 10% sisanya keluar.
Selanjutnya, ada 5% pegawai yang pindah dari pekerjaan C ke pekerjaan A; 15%
dari C keB; 60% tetap di C; dan 20% sisanya keluar. Demikian dan seterusnya.
Adanya pemetaan profil pegawai, maka proses
perencanaan karir pegawai diharapkan dapat berjalan lebih cepat dan lancar.
Paling tidak, kita mengetahui dengan cepat berapa orang pegawai yang dibutuhkan
dalam suatu pekerjaan, dalam periode tertentu. Ini akan dijadikan dasar untuk
memprediksi jumlah pegawai yang harus dipersiapkan untuk menduduki posisi
jabatan tertentu.
Pada contoh matriks di atas, misalnya, kita
mengetahui bahwa terdapat kekuarangan pegawai sebesar 40% untuk pekerjaan A,
dan kekurangan 25% untuk pekerjaan B.
Dalam perusahaan yang memiliki Turn Over (perpindahan
pegawai) cukup tinggi, matriks diatas amat sangat berguna
untuk melacak perpindahan tersebut. pada kasus-kasus tertentu, pemetaan itu
tidak hanya harus direvisi setahun sekali, namun bahkan beberapa bulan sekali.
Pemetaan
kebutuhan pegawai adalah satu hal, sedangkan cara-cara memenuhi kebutuhan
tersebut adalah hal lain lagi. Dalam hal
ini kebutuhan pegawai; antara lain adalah melalui penarikan (rekrutmen) pegawai
baru, relokasi pegawai dari unit ke unit lain, menyesuaikan beban kerja dengan
pegawai yang ada, memsubkontrakkan pekerjaan ke lembaga lain, menambah beban
kerja sampai ambang batas tertentu, dan sebagainya.
2.1.1.2 Deskripsi Jabatan
Selain membuat profil kebutuhan pegawai, organisasi juga harus
membuat deskripsi jabatan/pekerjaan. Pembuatan deskripsi jabatan ini cukup
rumit (sedikit banyak sudah dibahas di bab dua). Namun pada prinsipnya, sebuah
organisasi seharusnya mempunyai daftar untuk semua jenis pekerjaan/jabatan
tersebut, lengkap dengan persyaratan untuk mengerjakannya (job requirement).
2.1.1.3 Peta Jalur Karir
Peta jalur karir adalah gambaran yang berisi berbagai nama jabatan
(Job title) beserta alur- alur yang menghubungkan satu jabatan dengan jabatan
yang lain. Alur-alur
ini berarti kemungkinan beralihnya pegawai dari satu jabatan ke jabatan
lainnya. Dengan melihat peta-peta ini, pegawai akan segera tahu dan mengerti
masa depan karirnya sendiri.
2.1.1.4
Mekanisme
Penilaian Kinerja Pegawai
Karir pegawai berkaitan erat dengan kinerja
pegawai. Karena itu, kinerja pegawai harus dinilai secara akurat. Untuk itu
diperlukan suatu mekanisme penilaian yang jelas.
2.1.2
Perencanaan
Karir Individual Pegawai
Bagi pegawai, perencanaan karir ditingkat
organisasi tidak akan dianggap penting bila tidak ada sangkut pautnya dengan
karir si pegawai tersebut. Karena itu, perencenaan karir ditingkat organisasi
harus bisa “ diterjemahkan” menjadi perencanaan karir ditingkat individu
pegawai.
Telah dijelaskan bahwa perjalanan karir
seorang pegawai dimulai sejak dia masuk kesebuah organisasi, dan berakhir
ketika ia berhenti bekerja diorganisasi itu. Dan hal ini berlaku bagi siapapun
yang bekerja diorganisasi tersebut, dari pegawai ditingkat yang paling rendah
sampai ke tingkat pimpinan yang paling tinggi.
Pada
dasarnya tujuan perencanaan karir untuk seorang pegawai adalah mengetahui
sedini mungkin prospek karir pegawai tersebut dimasa depan, serta menetukan
langkah-langkah yang perlu diambil agar tujuan karir tersebut dapat dicapai
secara efektif-efisien.
Sebelum kita membahas beberapa hal berkenaan
dengan perencanaan karir pegawai, kita perlu mengetahui bahwa ada Lima
Syarat Utama yang harus di penuhi agar proses perencanaan tersebut
dapat berjalan dengan baik. Ke-lima syarat tersebut yaitu :
a.
Dialog
Urusan karir adalah urusan pegawai. Karena
itu perencanaan karir harus melibatkan pegawai. Pegawai harus diajak berbicara,
berdialog, bertanya jawab mengenai prospek mereka sendiri.
Ini kelihatannya mudah. Tetapi di negara
timur seperti Indonesia, karir jarang didialogkan denga pegawai. Pegawai sering
kali merasa malu dan risih jika diajak bicara tentang karir mereka sendiri.
Mereka takut dianggap terlalu memikirkan karir dan ambisius. Karena itu, karir
sering kali tabu dibicarakan.
Meskipun demikian dialog tentang karir
ini harus diusahakan terjadi antara organisasi (misalnya diwakili seorang pimpinan)
dengan pegawai. Melalui dialog inilah diharapkan timbul saling pengertian
antara pegawai dan organisasi tentang prospek masa depan si pegawai.
b.
Bimbingan
Tidak semua pegawai memahami jalur karir dan
prospek karirnya sendiri. Karena itu, organisasi harus membuka kesempatan untuk
melakukan bimbingan karir terhadap pegawai. Melalui bimbingan inilah pegawai
dituntun untuk memahami berbagai informasi tentang karir mereka. Misalnya,
pegawai dibimbing untuk mengetahui tujuan karir yang dapat mereka raih (jangka
pendek atau jangka panjang), persyaratan untuk mencapai tujuan karir tersebut,
serta usaha-usaha apa yang harus dilakukan agar tujuan tersebut dapat dicapai
secara efisien.
c. Keterlibatan individual
Dalam rangka hubungan kerja yang manusiawi
(humanistic) pegawai tidak boleh dianggap sebagai sekrup dari sebuah mesin
bisnis yang besar, yang boleh diperlakukan semena- mena termasuk dalam
penentuan nasib karir mereka.
Setiap individu pegawai seharusnya dilibatkan
dalam proses perencanaan karir. Mereka harus diberi kesempatan berbicara dan memberikan masukan dalam
proses tersebut. Jika
tidak maka perencanaan karir akan berjalan timpang karena hanya dilihat dari
sisi kepentingan organisasi belaka.
d. Umpan balik
Sebenarnya, proses pemberian umpan balik
selalu terjadi jika ada dialog. Tetapi dalam hal ini ingin ditegaskan bahwa
setiap pegawai mempunyai hak untuk mrngetahui setiap keputusan yang berkenaan
dengan karir mereka. Jika dipromosikan, mereka berhak tahu mengapa mereka
dipromosikan. Bila tidak terjadi perubahan karir dalam waktu yang cukup lama,
mereka juga berhak tahu mengapa hal ini terjadi. Pegawai berhak bertanya. Organisasi
berkewajiban menjawab pertanyaan tersebut.
e. Mekanisme perencanaan karir
Yang maksud di sini adalah tata cara atau
prosedur yang ditetapkan agar proses perencanaan karir dapat dilaksanakan
sebaik- baiknya. Dalam
mekanisme perencanaan karir ini harus diusahakan agar empat hal di atas
(dialog, bimbingan, keterlibatan individual, dan umpan balik) dapat terwadahi.
Di samping itu, mekanisme seyogyanya dilengkapi dengan aturan atau prosedur
yang lebih rinci, formal, dan tertulis.
Demikanlah uraian singkat tentang lima
syarat utama untuk melakukan perencanaan karir. Yang penting untuk dicatat adalah bahwa
kelima syarat di atas harus terpenuhi secara integral. Jika satu syarat saja
tidak terpenuhi, maka pembinaan karir pegawai pasti akan mengalami hambatan.
Selain
lima syarat diatas, kita juga perlu memahami bahwa sebagai manusia, seorang pegawai
juga melalui tahapan-tahapan dalam perjalanan karirnya. Empat Tahapan Karir
yang biasa dilalui seorang pegawai yaitu :
· Tahap coba- coba
· Tahap kemapanan
· Tahap pertengahan
· Tahap lanjut.
Dalam hal ini, kebutuhan pegawai (kebutuhan tugas maupun
emosional) berbeda- beda sesuai dengan tahapannya. Jika dirangkum, tahapan
karir dan pegawai dalam hubungannya dengan kebutuhan tugas dan emosional
pegawai adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3. tahapan karir pegawai dalam hubungannya dengan
kebutuhan tugas dan emosional pegawai
Dari tabel diatas jelaslah bahwa kebutuhan pegawai dalam
hubungannya dengan pengembangan karirnya tidak selalu sama disuatu waktu
tertentu. Secara umum, dapat kita katakan bahwa semakin matang seseorang
semakin berubah kebutuhan pegawai itu, kearah yang lebih mapan, dan menjauh
dari ambisi- ambisi untuk berkompetisi.
Dengan demikian, wajarlah bila perencanaan
karir seseorang harus disesuaikan dengan tahapan kematangan pribadinya. Hanya
dengan demikian perencanaan karir seseorang dapat mengakomodasi kebutuhan-
kebutuhan si pegawai tersebut.
Ada beberapa tahap yang perlu kita lakukan
dalam proses perencanaan karir pegawai. Tahap
tersebut yaitu :
a. Analisis Kebutuhan Karir Individu
Analisis kebutuhan karir
individu, dalam hubungannya dengan karir pegawai, adalah proses
mengidentifikasi potensi (kekuatan) dan kelemahan yang dimiliki oleh seorang
pegawai, agar dengan demikian karir pegawai yang bersangkutan dapat
direncanakan dan dikembangkan sebaik- baiknya.
Pada dasarnya, analisis
kebutuhan karir individu ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu atasan langsung
dan pegawai itu sendiri. Kedua belah pihak ini harus bekerja sama
sebaik-baiknya sehingga kebutuhan karir pegawai dapat di identifikasi sebaik-
baiknya. Sedikitnya ada dua cara untuk mengidentifikasi kebutuhan karir pegawai
yaitu:
i. Career By Objective
Melalui cara pertama (CBO), pegawai dibimbing untuk menjawab
beberapa pertanyaan tentang dirinya sendiri, yaitu :
o
Dimana saya
saat ini ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai mengingat kembali
apa saja yang pernah dicapainya di masa lalu, dan kegagalan apa saja yang
pernah dialaminya. Dengan kata lain, pertanyaan ini menggiring si pegawai untuk
mengkaji kembali perjalanan hidup yang pernah ia lalui, serta memberi tanda
pada bagian – bagian terpenting dalam perjalanan hidup itu, di mana ia sukses,
di mana pula ia gagal.
o
Siapa saya
? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai menemukan jati dirinya.
Pegawai dibimbing untuk menjenguk isi jiwanya sendiri dan menjawab:
o
Apa kelebihan dan kekurangan saya ? Apa bakat saya ? Apakah saya punya
bakat menjadi pemimpin ? Apakah saya
pemberani ? Penakut ? Jujur ? dan seterusnya.
o
Apa yang
sebenarnya ingin saya capai ? Pertanyaan ini dimaksud untuk membantu pegawai
memformulasikan cita-citanya sendiri secara realistis. Ia dibantu untuk
menjawab: Apakah dengan kemampuan yang saya miliki ini, saya tanpa sadar
mendambakan sesuatu yang terlalu muluk ? Apakah justru cita- cita saya terlalu
rendah ? Pesimis ? Kurang ambisius ?
o
Pekerjaan
apakah yang paling cocok bagi saya? Pertanyaan ini mendorong pegawai untuk
berpikir lebih realistis dan praktis. Ia dituntut untuk memilih. Ia dituntut
untuk menentukan nasibnya sendiri. Apakah saya cocok bekerja dilapangan yang membutuhkan
keterampila keterampilan teknis? Apakah saya cukup punya bakat dan kemauan
untuk bekerja “ dibelakang meja”, untuk memikirkan hal- hal yang teoritis dan
konseptual ?
o
Jabatan apa
yang paling cocok untuk saya ? Pertanyaan ini sudah menjurus ke jabatan-jabatan
yang ada didalam organisasi tempat si pegawai bekerja. Cocokkah saya staf
marketing ? Atau saya justru lebih cocok bekerja sebagai staf keuangan dan
sebagainya.
ii.
Analisis
Peran – Kompetensi
Yang dimaksud dengan analisis peran – kompetensi disini adalah
analisis untuk mengetahui peran (atau jabatan) apa yang paling sesuai untuk
seorang pegawai, kemudian mengkaji kompetensi apa saja yang telah dikuasi oleh
si pegawai dan kompetensi mana yang belum dikuasi. Contoh peran atau jabatan
dalam sebuah pusdiklat, misalnya, antara lain :
o Evaluator
o Fasilitator tim
o Konselor
o Penulis bahan ajar
o Instruktur
o Manajer diklat
o Pemasar (marketer)
o Spesialis media
o Analisis kebutuhan diklat
o Administrator program
o Perancang program
o Perencanaan strategis
o Penganalis tugas
o Peneliti
o Pengembang kurikulum
Contoh kompetensi-kompetensi yang harus
dikuasai oleh orang-orang yang mempunyai peran di atas, misalnya :
o
Pengetahuan
tentang pendidikan orang dewasa
o
Keterampilam
kompueter
o
Pengetahuan
dalam pengembangan kurikulum
o
Keterampilan
komunikasi
o
Kemampuan
meneliti
o
Kemampuan
menulis bahan ajar
Melalui analisis peran-kompensasi ini, pegawai digiring untuk
melihat prospek karirnya sendiri, serta mengkaji secara jujur dan kritis,
kompensasi apa saja yang sudah dia kuasai, dan kompetensi mana saja yang belum
dia kuasai, dalam rangka menjalankan peran-peran yang ada.
b. Pemetaan Karir Individu
Jika analisis kebutuhan
karir individu sudah dilakukan, maka hal ini diharapkan telah melahirkan profil
(gambaran) yang lengkap tentang seorang pegawai. Jika hal ini telah tercapai,
maka “peta kerier” pegawai tersebut seharusnya sudah dapat dibuat.
Jadi, pemetaan karir individu adalah suatu proses untuk
menggambarkan prospek karir seorang pegawai termasuk penjelasan tentang tingkat
kesiapan di pegawai itu untuk memangku jabatan tertentu.
Dalam sebuah peta kerier, seorang pegawai dikatakan sebagai
seorang yang berbakat untuk memangku jabatan-jabatan tertentu, misalnya :
1. Kepala divisi pemasaran
2. Kepala divisi keuangan
3. Kepala divisi produksi
Dalam hal ini, nomor urut di atas (1, 2, 3) sengaja disusun
demikian untuk menunjukkan tingkat kemungkinan si pegawai memegang jabatan
tersebut. dalam contoh diatas, nomor 1 (menjadi Kepala Divisi Pemasaran) paling
mungkin, dan nomor 3 kemungkinannya paling rendah.
Dalam peta karir tersebut, dijelaskan mengapa pegawai bersangkutan
diangap lebih berkemungkinan menjadi kepala divisi pemasaran dari pada kepala
divisi keuangan atau kepala divisi produksi.
c. Penilaian Kinerja Individu
Pemetaan karir individu tidak menjamin seorang pegawai untuk
menduduki jabatan tertentu di masa depan. Jelasnya, peta tersebut masih harus
dibuktikan secara empiris (nyata) apakah pegawai tersebut benar-benar punya
bakat dan kemampuan yang menunjang jabatan-jabatan yang tersebut dalam peta
keriernya.
Penilaian kinerja individu sesungguhnya merupakan usaha untuk
mencari bukti-bukti nyata tentang kualitas kinerja seorang pegawai. Tentu saja
bukti-bukti nyata yang didapat dari proses penilaian kinerja tidak hanya
berguna untuk keperluan pembinaan karir pegawai, tetapi juga untuk keperluan
lain seperti menentukan bonus, mencari masukan untuk menentukan suatu
kebijakan, dan lain-lain.
d.
Identifikasi Usaha Untuk Mencapai Tujuan Karir
Dikatakan
bahwa suatu jabatan tidak datang begitu saja kepada seorang pegawai, tetapi si
pegawai itulah yang harus berusaha mencapai jabatan yang dicita-citakannya. Hal
ini tentu dapat mengundang perdebatan pro-kontra untuk menentukan sikap mana
yang paling benar.
Pegawai
sebaiknya tidak perlu memusingkan prospek karirnya sendiri, ataukah si pegawai
harus cukup “ambisius” untuk mengejar karirnya sendiri ?
Yang
jelas baik organisasi maupun pegawai yang bersangkutan mempunyai kewajiban
untuk berusaha agar perjalanan karir pegawai tidak tersendat, apalagi mandeg.
Umum diketahui, tersendatnya karir pegawai cepat atau lambat akan menimbulkan
masalah bagi semua pihak.
Dari
contoh di atas, baik organisasi maupun pegawai harus berusaha agar prospek
karir menjadi “kepala divisi permasaran” dapat direalisasikan secepat mungkin.
Untuk itu perlu dipertanyakan: usaha-usaha apa yang perlu dilakukan agar
pegawai ini dapat dan mampu menjadi Kepala Divisi Pemasaran?
Jawaban
untuk pertanyaan ini mungkin akan berupa sederetan kegiatan yang harus
dilakukan oleh si pegawai, misalnya :
o
Kursus
bahasa Inggris
o
Magang di
divisi pemasaran
o
Berpartisipasi
dalam prospek riset pemasaran
o
Menghadiri
seminar dan lokakarya tentang pemasaran
o
Merancang
strategi pemasaran
Kesimpulannya, si pegawai harus dibantu sedemikian rupa agar dari
hari ke hari ia semakin dekat dengan tujuan karir yang telah dipetakan
(“diramalkan”) sebelumnya. Hanya dengan demikian proses perencanaan karir
benar-benar mempunyai makna, baik bagi organisasi, maupun bagi si pegawai
sendiri.
2.2 Pengembangan Karir
Pengembangan karir adalah proses pelaksanaan
(implementasi) perencanaan karir. Pengembangan karir pegawai dapat dilakukan melalui dua cara
diklat dan cara nondiklat. Pengembangan karir melalui
dua jalur ini sedikit-banyak telah di bahas di bab Pelatihan dan Pengembangan.
Pada bagian ini, cukuplah kita sebutkan beberapa contoh bentuk pengembangan
karir melalui dua cara ini. Contoh-contoh pengembangan karir melalui cara
diklat adalah :
· Menyekolahkan pegawai (di dalam atau di luar
negeri),
· Memberi pelatihan (di dalam atau di luar
organisasi),
·
Memberi
pelatihan sambil bekerja (on-the-job training).
Contoh-contoh pengembangan karir melalui cara nondiklat
adalah :
·
Memberi penghargaan kepada pegawai
·
Menghukum pegawai
·
Mempromosikan pegawai ke jabatan yang lebih tinggi
·
Merotasi pegawai ke jabatan lain yang setara dengan jabatan semula.
2.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Karir
Kesuksesan proses pengembangan karir tidak
hanya penting bagi organisasi secara keseluruhan. Dalam hal ini, beberapa hal
atau faktor yang sering kali amat berpengaruh terhadap manajemen karir adalah :
o
Hubungan pegawai
dan organisasi
o
Personalitas
pegawai
o
Faktor-faktor
eksternal
o
Politicking
dalam organisasi
o
System
penghargaan
o
Jumlah
pegawai
o
Ukuran
organisasi
o
Kultur
organisasi
o
Tipe
manajemen
a.
Hubungan
Pegawai dan Organisasi
Dalam situasi ideal, pegawai
organisasi berada dalam hubungan yang saling menguntungkan. Dalam keadaan ideal
ini, baik pegawai maupun organisasi dapat mencapai produktifitas kerja yang
tinggi.
Namun, kadangkala keadaan ideal ini gagal dicapai. Adakalanya pegawai
sudah bekerja baik, tetapi organisasi tidak mengimbangi prestasi pegawai
tersebut dengan penghargaan sewajarnya. Maka, ketidakharmonisan hubungan antara
pegawai dan organisasi ini cepat atau lambat akan mempengaruhi proses manajemen
karir pegawai. Misalnya saja, proses perencanaan karir pegawai akan tersendat
karena pegawai mungkin tidak diajak berpartisipasi dalam perencanaan karir
tersebut. Proses pengembangan karir pun akan terhambat sebab organisasi mungkin
tidak peduli dengan karir pegawai.
b. Personalia Pegawai
Kadangkala, menajemen karir pegawai terganggu karena adanya
pegawai yang mempunyai personalitas yang menyimpang (terlalu emosional, apatis,
terlalu ambisius, curang, terlalu bebal, dan lain-lain). Pegawai yang apatis,
misalnya, akan sulit dibina karirnya sebab dirinya sendiri ternyata tidak
perduli dengan karirnya sendiri. Begitu pula dengan pegawai yang cenderung
terlalu ambisius dan curang. Pegawai ini mungkin akan memaksakan kehendaknya
untuk mencapai tujuan karir yang terdapat dalam manajemen karir. Keadaan ini
menjadi lebih runyam dan tidak dapat dikontrol bila pegawai bersangkutan merasa
kuat karena alasan tertentu (punya koneksi dengan bos, mempunyai backing dari
orang-orang tertentu, dan sebagainya).
c. Faktor Eksternal
Acapkali terjadi, semua aturan dalam manajemen karir di suatu
organisasi menjadi kacau lantaran ada intervensi dari pihak luar. Seorang
pegawai yang mempromosikan ke jabatan lebih tinggi, misalnya, mungkin akan
terpaksa dibatalkan karena ada orang lain yang didrop dari luar
organisasi. Terlepas dari masalah apakah kejadian demikian ini boleh atau
tidak, etis atau tidak etis, kejadian semacam ini jelas mengacaukan menajemen
karir yang telah dirancang oleh organisasi.
d. Politicking Dalam
Organisasi
Manajemen karir pegawai akan tersendat
dan bahkan mati bila faktor lain seperti intrik-intrik, kasak-kasak, hubungan
antar teman, nepotisme, feodalisme, dan sebagainya, lebih dominan mempengaruhi
karir seseorang dari pada prestasi kerjanya. Dengan kata lain, bila kadar
“politicking” dalam organisasi sudah demikian parah, maka manajemen karir
hampir dipastikan akan mati dengan sendirinya. Perencanaan karir akan menjadi
sekedar basa-basi. Dan organisasi akan dipimpin oleh
orang-orang yang pintar dalam politicking tetapi rendah mutu
profesionalitasnya.
e. Sistem Penghargaan
Sistem manajemen (reward system) sangat mempengaruhi banyak
hal, termasuk manajemen karir pegawai. Organisasi yang tidak mempunyai sistem
penghargaan yang jelas (selain gaji dan insentif) akan cenderung memperlakukan
pegawainya secara subyektif. Pegawai yang berprestasi baik dianggap sama dengan
pegawai malas. Saat ini, mulai banyak organisasi yang membuat sistem
penghargaan yang baik (misalnya dengan menggunakan sistem “kredit poin”) dengan
harapan setiap prestasi yang ditunjukkan pegawai dapat diberi “kredit poin”
dalam jumlah tertentu.
f. Jumlah Pegawai
Menurut pengalaman dan logika akal sehat, semakin banyak pegawai
maka semakin ketat persaingan untuk menduduki suatu jabatan, dan semakin kecil
kesempatan (kemungkinan) bagi seorang pegawai untuk meraih tujuan karir
tertentu. Jumlah pegawai yang dimiliki sebuah organisasi sangat mempengaruhi
manajemen karir yang ada. Jika jumlah pegawai sedikit, maka manajemen karir akan sederhana dan mudah
dikelola. Jika jumlah pegawai banyak, maka manajemen karir menjadi rumit dan
tidak mudah dikelola.
g. Ukuran Organisasi
Ukuran organisasi dalam konteks ini
berhubungan dengan jumlah jabatan yang ada dalam organisasi tersebut, termasuk
jumlah jenis pekerjaan, dan jumlah personel pegawai yang diperlukan untuk
mengisi berbagai jabatan dan pekerjaan tersebut. biasanya, semakin besar
organisasi, semakin kompleks urusan manajemen karir pegawai. Namun, kesempatan
untuk promosi dan rotasi pegawai juga lebih banyak.
h. Kultur Organisasi
Seperti sebuah sistem masyarakat, organisasi
pun mempunyai kultur dan kebiasaan-kebiasaan. Ada organisasi yang cenderung berkultur professional, obyektif,
raasional, dan demokratis. Ada juga organisasi yang cenderung feodalistik,
rasional, dan demokratis. Ada juga organisasi yang cenderung menghargai
prestasi kerja (sistem merit). Ada pula organisasi yang lebih menghargai
senioritas dari pada hal-hal lain.
Karena itu, meskipun organisasi sudah memiliki sistem manajemen
karir yang baik dan mapan secara tertulis, tetapi pelaksanaannya masih sangat
tergantung pada kultur organisasi yang ada.
i.
Tipe
Manajemen
Secara teoritis-normatif, semua manajemen sama saja di dunia ini.
Tetapi dalam impelemntasinya, manajemen di suatu organisasi mungkin amat
berlainan dari manajemen di organisasi lain. Ada manajemen yang cemderung kaku,
otoriter, tersentralisir, tertutup, tidak demokratis. Ada juga manajemen yang
cenderung fleksibel, partisipatif, terbuka, dan demokratis.
Jika manajemen cenderung kaku dan tertutup, maka keterlibatan
pegawai dalam hal pembinaan karirnya sendiri juga cenderung minimal.
Sebaliknya, jika manajemen cenderung terbuka, partisipatif, dan demokratis,
maka keterlibatan pegawai dalam pembinaan karir mereka juga cenderung besar.
Dengan kata lain, karir seorang pegawai tidak hanya tergantung
pada faktor-faktor internal di dalam dirinya (seperti motivasi untuk bekerja
keras dan kemauan untuk ingin maju), tetapi juga sangat tergantung pada
faktor-faktor eksternal seperti manajemen. Banyak pegawai yang sebenarnya
pekerja keras, cerdas, jujur, terpaksa tidak berhasil meniti karir dengan baik,
hanya karena pegawai ini “terjebak” dalam sistem manajemen yang buruk.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dengan pengenalan dan pembahasan tentang
manajemen karir dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa manajemen karir melibatkan
semua pihak termasuk pegawai yang bersangkutan dengan unit tempat si pegawai
bekerja, dan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu manajemen karir
mencakup area kegiatan yang sangat luas. Pentingnya manajemen karir bagi
karyawan adalah untuk meningkatkan potensi dan produktifitas bagi kemajuan
dirinya, sedangkan bagi perusahaan adalah untuk merencanakan SDM mereka dalam
meningkatkan nilai bisnis perusahaan dan kompetisi bisnis.
2. Perencanaan dan pengembangan karir merupakan
fungsi manajemen karir. perusahaan yang ingin karyawan mereka dapat bekerja
dengan skill dan pengetahuan yang baik harus dapat merencanakan dan
mengembangkan karir pegawainya, sedangkan bagi pegawai dengan adanya
perencanaan dan pengembangan karir, pegawai dapat mengetahui tujuan dan arah
karir mereka.
Saran
1. Banyak karyawan perusahaan yang tidak mampu
berkompetisi bahkan mundur dari posisinya karena emosi, kemampuan, dan pengetahuan
mereka yang belum mendukung. Perusahaan sebagai tempat mengembangkan ide dan
potensi karyawan sangat berperan dalam mengarahkan karir pegawainya supaya
dapat berkembang sesuai dengan potensi karyawannya. Oleh karena itu perusahaan
diharapkan tidak hanya mengejar profit bagi bisnisnya saja namun berusaha
meningkatkan kemampuan dan pengetahuan karyawan mereka.
2. Dalam organisasi, terdapat berbagai masalah
yang berhubungan dengan karir pegawai. Ada yang tidak terlampau serius sehingga
dapat dipecahkan dalam tempo relatif cepat. Ada pula yang sangat serius
sehingga mengganggu pekerjaan si pegawai sendiri maupun pekerjaan rekan sekerja
lainnya. Dalam keadaan seperti ini, konseling karir sangat diperlukan, baik
oleh pegawai maupun oleh organisasi. Bahkan organisasi yang cukup besar
seringkali merasa perlu mempekerjakan seorang pakar (konselor) yang khusus
menangani masalah-masalah karir ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dessler,
Gary. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Indonesia. Jakarta: Pnerbit Prenhallindo.
Handoko, Hani T. 2000. Manajemen Personalia dan Sumber
Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE
Hasibuan, Malayu SP. 2003. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Mondy, W. R dan Robert M.
Noe. 1993. Human
Resouces Management. Allyn & Bacon.
Simamora, Henry. 2001. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit STIE
YKPN
Walker, J.W. 1990. Managing Human Resources
in a Flat, Lean, and Flexible
Organization: Trends
for The 1990’s”. Human Resource Planning. Vol. 11: 125-
132.